Kamis, 02 April 2015

[CERPEN] Special Surprize in Kartini Days || Love Anyone



 Hello Guys, Tiara bawa sebuah cerpen nih... Dibaca yuk! Berhubung sekarang bulan kelahirannya Bunda Kartini, aku bawain cerita yang berhubungan sama hari kelahirannya. Kalo udah baca, jangan lupa lampirin komen kamu yah :) Makasih sebelumnya...

Happy Reading:)~


“Boleh saja kau mengaku kuat, bisa mengangkat truk pembawa kerikil dengan kedua lenganmu. Tapi itu tak berarti jika kau tak bisa menahan emosimu”–Tiara Adesti

          Pagi yang indah, kuawali hari ini dengan senyuman yang cerah. Kulihat lapangan sekolahku berserakan dengan kertas origami di mana-mana, ah ini pasti efek kegiatan Kartini kemarin.
          Kegiatan yang menyenangkan, ada fashion show, hias tumpeng, dan cipta puisi. Kebetulan sekali aku kemarin mengikuti lomba hias tumpeng. Hasilnya benar-benar unik, aku dan kelompokku membuat nasi tumpeng volcano dengan sambal balado yang dilumuri di sekitar nasinya. Kalian bisa bayangkan betapa hancurnya? Haha…
          Terakhir kudengar dari Sofyan, salah satu anak OSIS yang mengurus lomba tersebut, sekaligus teman baikku. Kelas 8C-lah yang terburuk. Haha… tapi tak apa, kami tak mengharapkan kemenangan. Hanya ingin menambah pengalaman dan merasakan kebersamaan. Sungguh tujuan yang indah…
          “Yah, Mel! Kita gak punya meja!” Lisa, teman sebangkuku sekaligus sahabat baikku berucap, sembari menekuk wajahnya.
          Kulihat meja-kursi semua berantakan, dan menyebalkannya, tempat dudukku tak memiliki meja. Ya, panggung fashion show Kartini kemarin terbuat dari meja yang disatukan. Jadi kelas kami yang berada di dekat lapanganlah yang diambil mejanya.
          Kulihat semua murid sedang mencuri meja, aku juga harus ikut mengambil meja-kursi itu.
          “Ayo, Mel! Kita ikutan ngambil, keburu kehabisan!” seru Lisa sembari menarik lenganku.
          Aku dan Lisa menarik meja berwarna jingga kecoklatan yang berada tepat di sebelah kami berdiri. Meja itu masih bagus, kokoh, pijakan kaki ada, kolong meja tidak bolong, dan tidak beroyang saat aku menggoyangkannya. Tak salah jika aku dan Lisa langsung memilihnya untuk menjadi meja belajar kami. Walaupun ada beberapa tulisan tidak jelas yang ditulis memakai tip-ex tertulis di sana.
          Aku tersenyum senang, ku taruh tas berwarna pink mencolokku di kursi dan duduk di sana. Kuamati meja yang sekarang menjadi milikku dan Lisa ini, ada coretan memakai tip-ex tertera di sini. Tidak, bukan coretan itu yang kupermasalahkan, tapi tulisannya.
          Ada tulisan yang begitu kukenali siapa penulisnya ini. ‘Rian love Shinta’, begitulah tulisannya. Hmm… berarti ini meja Rian. Rian itu sahabatku, orang bilang aku dan dia adalah TTM. Karena kedekatanku padanya yang seperti kacang dan kulitnya ini, orang bilang seperti itu. Padahal kami hanya bersahabat.
          Kulihat Lisa sedang ribut dengan musuh besarnya, Arya namanya. Tapi menurutku mereka itu pantas sekali jika pacaran, setiap hari ribut dan ribut, itu pasti trik yang dibuat Arya untuk mendekati Lisa. Haha…
          Pagi ini seperti biasa, saat aku menunggu guru memasuki ruang kelas 8C, aku pasti tidur di meja dengan lenganku sebagai bantalannya. Aku mendengar suara langkah kaki yang kencang mendekat ke arah mejaku. Kulihat dari sudut mataku, dua orang lelaki yang sangat kukenal mendatangiku. Mereka mengamati mejaku…
          “Eh, ini ‘kan meja kita!”
          “Enak aja lu main ambil meja kita!”
          Mereka berdua merebut mejaku, refleks aku langsung bangun dan ikut merebut mejaku. Dua lawan satu mana kuat? Apalagi Dio itu berbadan gempal! Kupanggil Lisa untuk membantuku menarik meja ini supaya tak direbut oleh mereka.
          “Eh, ini meja kita, Rian!” ucap Lisa.
          “Enak aja! Nih liat, ada tulisan ‘Rian love Shinta’! Berarti ini meja kita ya, Dio?”
          “Ih, tapi kan gue yang dapet duluan! Noh liat! Orang-orang juga pada rebutan meja!” ucapku
          Rian dan Dio tak peduli, mereka tetap berisi keras merebut meja kami. Lisa bilang, sudah biarkan saja! Itu memang meja mereka. Tapi aku tak rela mengangkat meja di lab. IPA yang jauhnya bermil-mil dari kelasku.
          “Ayolah, Rian! Ngalah dong sama wanita, gue lagi males ngangkat meja!”
          “Masa cowok ngalah mulu?”
          “Ish, lu tinggal ambil meja di Pak Riswan aja sih! Lu kan OSIS, Rian! Mestinya lu yang ambil resiko! Ini kan efek dari kegiatan OSIS” Rian hanya tersenyum miring, sungguh menyebalkan!
          “Gue tau ini meja lu, Rian! Tapi gue gak kebagian meja juga! Lagian orang-orang juga pada nyuri meja sih! Siapa cepat dia dapat dong!?” Rian tak peduli, dia tetap merebut mejaku.
          “Ih, lu tanggung jawab dong, Rian! Meja ilang-ilangan itu gara-gara kegiatan OSIS kemarin tau gak?!”
          Setelah berkali-kali merayunya dengan kalimat yang sama, ia tak terbujuk juga! Ya sudahlah, aku lepas saja meja itu dengan hati yang dongkol! Teramat dongkol!

***

          “Ih, nyebelin tau, Lis! Lu ngangkat meja dari lab. ke kelas kita emang gak capek? Gue udah bad nih kalo disuruh bolak-balik dari kelas ke lab.!”
          “Terpaksa, kalo lu gak mau ngangkat, terus lu mau nulisnya gimana? Nulis di kursi gitu?” aku merenggut
          “Ih, tapi coba lu pikir, Lis! Kegiatan fashion show Kartini kemarin itu kan OSIS yang nyelenggarain ‘kan?” Lisa mengangguk
          “Menurut gua sih, OSIS mestinya tanggung jawab!” Lisa mengangguk mengerti.
          “Tapi masa iya semua anak OSIS mesti ngangkatin meja? Kan gak etis!” aku menghembuskan nafas sebal
          “Gini nih, kan yang kehilangan meja kan bukan anak 8C doang. Tapi anak 8D sama 8E juga. Nah, lu liat gak anak 8D ama 8E pada ngangkat meja?”
          “Ada! Si Okta anak 8D, dia ngangkat meja sama si Nova”
          “Nah itu dia! Lu tau kan si Okta itu siapa?” dia berfikir, mengusap dagunya yang tumpul itu. Ia menggeleng tanda tak tahu, aku menghela nafas.
          “Si Okta itu OSIS! Berarti OSIS 8D tanggung jawab dong? Ya nggak?”
          “Hm… Bener juga! Mestinya dia bantuin nyari meja, lah dia malah ngambil meja kita. Kan kayaknya gak tanggung jawab”
          “Nah, tuh lu pinter! Ya kalo semua anak OSIS gak mau bantuin ngangkat meja, se-enggaknya kan OSIS di kelas kita sendiri gitu lho yang nyari! Coba lu liat dia lagi ngapain, dia malah duduk di depan kelas sambil ngeliatin cewek yang lewat. Pemimpin apaan tuh?”
          “Gua setuju banget kalo dia itu dapet gelar ‘OSIS tersomplak’, ye nggak?”
          “Ya, gua setuju banget. Gimana ntar kalo kita lewat di depan dia, kita sindir aja dia? Lu mau gak?”
          “Boleh-boleh”
          “Ayo sekarang aja! Gua bener-bener kebelet nih nyindir dia pas di depan mukanya!” ucapku tak sabaran.
          “Yaelah kelez, orang mah gak sabar menunggu kebaikan, lu malah gak sabar nyindir orang”
          “Udah lu gak usah banyak cincong, ayo gece!”
          Kutarik lengan Lisa dan berjalan ke arah Rian dan Dio yang sedang duduk di depan kelas, makin lama aku semakin dekat dengannya. Tiba-tiba rasa takut itu muncul, walau bagaimanapun, dia adalah sahabatku. Aku bisa menyakiti hatinya jika begini.
          “Dasar, OSIS yang gak tanggung jawab!”
          Umpatan Lisa terdengar, membuatku juga ingin mengumpat Rian! Aku benar-benar kesal dengan Rian! Rasa takut itu hilang saat aku ingat ia merebut mejaku dengan kasar, buat apa aku mempedulikan hatinya kalau ia pun tak peduli denganku yang tak memiliki meja. Dan akhirnya, dengan lantangnya aku berkata…
          “Tau! Gimana dia jadi suami orang, ngurus kelas aja gak becus!” Umpatku
          Aku lewat di depannya, secara terang-terangan Lisa berteriak di depan wajahnya langsung…
          “Woo! Dasar OSIS yang gak tanggung jawab!” Jujur saja, aku tak berani mengumpatnya langsung di depan wajahnya, dia itu kuanggap sebagai sahabat baikku.
***
BRAAK!
          “Eh, bukan gua yang gak tanggung jawab! Gua itu bukan di bagian property! Kalo lu mau pertanggung jawaban, sono lu tanya aja sama Manda, dia ketua bagian property! Blablabla…” Rian mencelaku. Aku tak terlalu mendengar apa yang dia katakan, aku hanya cuek.
          Ocehan tak bergunanya berhenti saat Bu Yati, guru Matematikaku masuk kelas, bagus! Kupingku jadi tak panas lagi mendengar semua kata kasarnya.
          Semua berawal saat aku tlah berani menyindir di depan wajahnya, ia kehilangan kesabarannya. Dan ia pun akhirnya menggebrak mejaku dan mencelaku, itu sebenarnya biasa. Tapi yang membuatku malu dia mencelaku di depan anak-anak! Sedangkan aku tidak separah itu, menyebalkan!
          Assalamu ‘alaikum…” Reza dan Yanto, teman sekelasku, memasuki kelas. Mereka membawa kursi dari lab., hmm… ini kesempatan yang bagus untukku menyindirnya. Mejaku dan mejanya dekat, hanya bersilang.
          “Gak kasian apa…” ucapku agak pelan sembari melirik sinis ke arahnya, aku harus ingat, ada guru –sekaligus wali kelasku- yang duduk di meja guru kelasku. Aku harus tahu diri, bisa-bisa aku dibawa ke ruang neraka –BP- dan dicap sebagai ‘Siswi bermasalah’.
          “Eh, lu gak ada hak ngatain OSIS, lu enak banget ngatain OSIS gak tanggung jawab. Itu udah termasuk pelecehan tau gak?” ucapnya dengan nada yang tajam tapi dengan suara yang pelan. Aku tertawa dalam hati, dikiranya aku menghina OSIS apa? Aku ini menghina dia yang tak bisa bertanggung jawab dengan kelas yang dipimpinnya.
          Saat pelajaran Matematika dimulai, kudengar Ani –teman sebrang mejaku- menyindirku. Maklum, ia mantan anggota OSIS. Mungkin ia tersinggung, halah! Dia tak mengerti apa-apa, untuk apa ikut campur? Lagipula aku tak menghinanya, maupun OSIS.
***
          “Eh, Amel! Emang maksud lu apa ngatain OSIS gak tanggung jawab?” Rian berkata dengan kasar sembari menginjakan kakinya ke lantai dengan kencang dan penuh emosi. Mungkin berniat membentakku, padahal itu takkan membuatku takut.
          Tepat pulang sekolah, novel yang tadinya kutaruh di kolong meja menghilang. Setelah piket, aku mencarinya kemana-mana seperti orang linglung. Masalahnya novel itu bukan milikku, novel itu adalah pinjaman dari sahabatku. Rika, teman sekelasku berkata, tadi ia melihat Yani –teman segenkku- mengambil novelku yang ada di kolong meja.
          Aku bertanya kepada Yani, apa dia mengambil novelku? Tapi ia malah menyuruhku berbicara serius, dan menyebalkannya, ia juga mengajak Rian. Aku curiga, sepertinya aku dijebak. Ternyata benar, Yani memberikan novelku dan berkata, Rian ingin berbicara serius denganku.
          “Ih, gua gak ngatain OSIS gak tanggung jawab kok!”
          “Jangan bohong! Kemarin lu bilang, ‘Dasar OSIS gak tanggung jawab!’,”
          “Gua kan pake ‘yang’ kali. Jadi, OSIS ‘yang’ gak tanggung jawab. Siapa OSIS yang gak tanggung jawab? LU!”
          Ini bisa dibilang, Rian melabrakku, bersama teman-teman se-genk-ku. Teman se-genk-ku melabrakku? Oh ayolah, Rian sudah menghasut mereka semua supaya membelanya. Aku memang tipekal orang yang tak suka menyebarkan problem­-ku pada sembarang orang, jadi mereka tak tau bagaimana posisiku. Dan mereka hanya tau posisi Rian, yang katanya disakiti hatinya olehku! Bah!
          Rian menendangku, benar-benar ciri lelaki tak baik bukan? Apalagi dia pemimpin! Walah!
          “Yang yang… Kan intinya lu ngatain OSIS, gua masih rela kalo lu ngatain gua, tapi lu ngatain OSIS!  Mereka itu udah kayak keluarga, dan gua gak rela kalo lu ngatain keluarga gua!”
          “Gua gak ngatain OSIS kok, biasa aja kali!”
          Dia menendang kakiku lagi, tak sakit memang, tapi ini sudah termasuk kekerasan. Pemimpin apa seperti itu?
          “Udah, Rian! Sabar!”, Juli, teman se-genk-ku berucap.
          “Amel, mungkin kamu emang gak ngatain OSIS. Cuman kamu ngucapin kata OSIS, lho” Yani, teman satu genk-ku berkata.
          “Aku gak ngatain OSIS kok, Yan! Malah aku bela OSIS lain yang ikut nyari meja, dan yang aku salahin tuh Rian sebagai OSIS, bukan OSIS!,”
          “Dan mungkin OSIS emang buru-buru kali ya ngembaliin mejanya, jadinya berantakan. Tapi kelas lain aja OSIS-nya tanggung jawab kok. Pada bantuin nyari meja, lah dia? Cuma bisa ngerebut meja” lanjutku
          “Ya, lu kan bisa suruh sendiri ke dia. Dia pasti bakal bantuin lu kok!”
          “Ih, pemimpin yang bener tuh pasti sadar lah akan tindakannya. Kalo dia emang bener, pasti dia udah nyamperin gua dan bantuin gua ngangkat meja. Masa gak ada insiatif sama sekali sih?”
          “Tapi, Mel! Lu pikir lagi deh, apa gak lebay marahan gara-gara meja?”
          Aku termenung, benar juga apa yang dikatakan Yani, temanku. Berlebihan sekali aku ini, hanya meja yang direbut saja sampai seperti ini? Aku sadar, perselisihan ini muncul karena rasa dongkolku.
          “Lu tuh childish banget tau gak, Mel? Alay tau gak!” Rian membuka suara.
          Aku menunduk, kenapa aku bisa sebodoh ini? Mataku berkaca-kaca, hingga akhirnya bulir bening itu terjatuh. Segera kuhapus, untung mereka tak tau.
          “Ya udahlah, damai aja!” saran Yani
          “Ya udah… Gua mah minta maaf! Gue sadar, pas itu gue lagi kebakar emosi” ucapku.
          Yeah… Aku sadar, emosi memang membuat kita lupa jalur hingga kita menyakiti hati sahabat sendiri.
          “Maaf-maaf, lebaran kelez” ucapnya, aku mendengus.
          “Dia udah minta maaf, Rian! Katanya kalo dia udah minta maaf ke lu, lu bakal maafin dia?!” Rian mengangguk
          “Tapi ada seorang lagi yang ngatain gue juga selain lu!” Aku mengerti
          “Lisa!” Lisa yang tadinya berada di depan kelas, menungguku dibebaskan oleh mereka sembari mendengarkan percakapan kami, akhirnya dia menghampiriku saat aku memanggilnya.
          “Tuh, dia minta PERTANGGUNG JAWABAN” ucapku sembari menunjuk ke arah Rian, sengaja aku menekankan kata tanggung jawab, sekaligus menyindirnya. Hehe…
          “Maaf ya, Rian!” Ia menjulurkan tangan, dengan muka jutek Rian membalas uluran tangan Lisa.
          “Yey… Udah baikan!”

            Sejak kejadian itu, aku berusaha untuk menahan emosi sedalam-dalamnya. Karena jika kita tidak bisa menahan emosi, kita bisa saja terjerumus pada hal yang tidak benar. Dan aku akan menyindir habis-habisan orang yang tak bisa menahan emosinya, hihi… Ini pelajaran penting bagiku, anggap saja ini adalah hadiah special di Hari Kartini.

THE END

Ceritanya aneh ya? Hehe, makasih waktunya buat baca. Maaf kalau banyak kesalahan yang udah aku buat, See you, Guys! :)

Kisi-kisi Ujian Sekolah SMP PKN || Love Anyone

Buat kamu yang sekarang lagi persiapan US SMP PKN, tapi gak tau apa yang mau dipelajarin... Jangan Risau! Karena saya datang membawa 15 materi prediksi US yang akan keluar!

‪#‎7SMT1‬
1. Hakikat dan Penerapan norma, adat istiadat, dan Peraturan
2. Hakikat dan arti penting Warga Negara
3. Proklamasi dan UUD 1945

‪#‎7SMT2‬
4. Perlindungan HAM
5. Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
‪#‎8SMT1‬
6. Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
7. Konstitusi
8. Peraturan Perundang-undangan
‪#‎8SMT2‬
9. Demokrasi
10. Kedaulatan dan Sistem Pemerintahan
‪#‎9SMT1‬
11. Bela Negara
12. Otonomi Daerah
‪#‎9SMT2‬
13. Globalisasi
14. Prestasi Diri

‪#‎MATERIKHUSUS‬
15. Pengadilan Hakim (Biasanya keluar pengertian dan fungsi jaksa, hakim, terdakwa, terpidana, dll)

Demikianlah, materi yang saya share untuk kalian yang sedang 'Gegana' memikirkan sulitnya US SMP PKN. Maaf apabila ada kesalahan, jangan lupa berdoa dan rajin belajar supaya kita nantinya menjadi sukses. Amiin...